Bambang. Dwi. S. annur: Kisah si Umar
Minggu lalu saya kembali Jum’atan di Graha CIMB Niaga Jalan Sudirman setelah lama sekali tidak sholat Jum’at di situ.
Sehabis meeting dengan salah satu calon investor di lantai 27, saya buru2 turun ke masjid karena takut terlambat.
Dan benar saja, sesampai di masjid adzan sudah berkumandang.
Karena terlambat saya jadi tidak tau siapa nama Khotibnya saat itu.
Sambil mendengarkan khotbah, saya melihat Sang Khotib dari layar lebar yg di pasang di luar ruangan utama masjid.
Khotibnya masih muda, tampan, berjenggot namun penampilannya bersih.
Dari wajahnya saya melihat aura kecerdasan.
Tutur katanya lembut namun tegas.
Dari penampilannya yg menarik tersebut, saya jadi penasaran, apa kira-kira isi khotbahnya.
Ternyata betul dugaan saya!!!
Isi ceramah dan cara menyampaikannya membuat jamaah larut dalam keharuan..
Banyak yg mengucurkan air mata (termasuk saya), bahkan ada yg sampai tersedu sedan.
Weleh2..
sampai segitunya ya.
Lalu apa sih isi ceramahnya, kok kayaknya amazing bingitzz…
Dengan gaya yg menarik, Sang Khotib menceritakan “True Story”..
Seorang anak berumur 10 th namanya Umar..
Dia anak pengusaha sukses yg kaya raya.
Oleh ayahnya, si Umar di sekolahkan di SD Internasional paling bergengsi di Jakarta.
Tentu bisa ditebak, bayarannya sangat mahal.
Tapi bagi si pengusaha, tentu bukan masalah, wong uangnya berlimpah.
Si ayah berfikir kalau anaknya harus mendapat bekal pendidikan terbaik di semua jenjang agar anaknya kelak menjadi orang yg sukses mengikuti jejaknya.
Suatu hari, isterinya kasih tau kalau Sabtu depan si ayah diundang menghadiri acara “Father’s Day” di sekolah Umar.
“Waduuuh saya sibuk ma, kamu saja deh yg datang..”
Begitu ucap si ayah kepada isterinya.
Bagi dia, acara beginian sangat tidak penting dibanding urusan bisnis besarnya.
Tapi kali ini isterinya marah dan mengancam, sebab sudah kesekian kalinya si ayah tidak pernah mau datang ke acara anaknya.
Dia malu karena anaknya selalu didampingi ibunya, sedang anak-anak yang lain selalu didampingi ayahnya.
Nah karena diancam isterinya, akhirnya si ayah mau hadir meski agak ogah-ogahanan.
Father’s day adalah acara yg dikemas khusus dimana anak-anak saling unjuk kemampuan di depan ayah-ayahnya.
Karena ayah si Umar ogah-ogahan maka dia memilih duduk di paling belakang.
Sementara para ayah yg lain (terutama yg muda-muda) berebut duduk di depan agar bisa menyemangati anak-anaknya yg akan tampil di panggung.
Satu persatu anak-anak menampilkan bakat dan kebolehannya masing-mading.
Ada yg menyanyi, menari, membaca puisi, pantomim, ada pula yang pamerkan lukisannya, dll..
Semua mendapat applause yg gegap gempita dari ayah-ayah mereka.
Sampai akhirnya tibalah giliran si Umar dipanggil gurunya untuk menampilkan kebolehannya.
“Miss, bolehkah saya panggil pak Arief..” tanya si Umar kpd gurunya.
(pak Arief adalah guru mengaji untuk kegiatan ekstra kurikuler di sekolah itu).
”Oh boleh..” begitu jawab gurunya, dan pak Arief pun dipanggil ke panggung.
“Pak Arief, bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’)” begitu Umar minta kepada guru ngajinya…
”Tentu saja boleh nak..” jawab pak Arief..
“Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yg salah..”
Lalu si Umar mulai melantunkan QS An-Naba’ tanpa membaca mushafnya (hapalan).
Dengan lantunan irama yg persis seperti bacaan “Syaikh Sudais” (Imam Besar Masjidil Haram)…
Semua hadirin diam terpaku mendengarkan bacaan si Umar yg mendayu-dayu, termasuk ayah si Umar yg duduk dibelakang…
”Stop..
kamu telah selesai membaca ayat 1 s/d 5 dengan sempurna..
sekarang coba kamu baca ayat 9..”
begitu kata pak Arief yg tiba2 memotong bacaan Umar…
Lalu Umarpun membaca ayat 9…
”Stop, coba sekarang baca ayat 21..
Lalu ayat 33..”
setelah usai Umar membacanya…lalu kata pak Arief:
“Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir)”..
Si Umarpun membaca ayat ke 40 tsb sampai selesai”...
“Subhanallah…
kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna nak…”
Begitu teriak pak Arief sambil mengucurkan air matanya.
Para hadirin yg muslimpun tak kuasa menahan airmatanya.
Lalu pak Arief bertanya kepada Umar:
”Kenapa kamu memilih menghafal Al-Qur’an dan membacakannya di acara ini nak, sementara teman-temanmu unjuk kebolehan yg lain..?”
Begitu tanya pak Arief penasaran…
Begini pak guru…
Waktu saya malas mengaji dalam mengikuti pelajaran bapak, bapak menegur saya sambil menyampaikan sabda Rasulullah SAW:
”Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab,”Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (H.R. Al-Hakim)…
“Pak guru,
Saya ingin mempersembahkan “Jubah Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di akherat kelak sebagai seorang anak yg berbakti kpd kedua orangnya..”
Semua orang terkesiap dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tersebut.
Ditengah suasana hening tersebut, tiba-tiba terdengar teriakan “Allahu Akbar..!!” dari seseorang yang lari dari belakang menuju ke panggung.
Ternyata dia ayah si Umar, yang dengan ter-gopoh-gopoh langsung menubruk sang anak, bersimpuh sambil memeluk kaki anaknya..
”Ampuun nak.. maafkan ayah yang selama ini tidak pernah memperhatikanmu..
Tidak pernah mendidikmu dengan ilmu agama..
Apalagi mengajarimu mengaji…”
Ucap sang ayah sambil menangis di kaki anaknya…”
Ayah menginginkan agar kamu sukses di dunia nak…
Ternyata kamu malah memikirkan “kemuliaan ayah” di akherat kelak, ayah maluuu nak"
Ujar sang ayah sambil nangis ter-sedu-srdu…
Subhanallah...
Sampai disini, saya melihat di layar Sang Khotib mengusap air matanya yang mulai jatuh, semua jama’ahpun terpana dan juga mulai meneteskan airmatanya..(termasuk saya)..diantara jama’ahpun bahkan ada yg tidak bisa menyembunyikan suara isak tangisnya...luar biasa haru...
Entah apa yg ada dibenak jama’ah yg menangis itu, mungkin ada yg merasa berdosa karena menelantarkan anaknya,
Mungkin merasa bersalah karena lalai mengajarkan agama kepada anaknya.
Mungkin menyesal karena tidak mengajari anaknya mengaji..
Atau merasa berdosa karena malas membaca Al-Qur’an yg hanya tergeletak di rak bukunya..
Dan semua dengan alasan sibuk urusan dunia…!!!
Saya sendiri menangis karena merasa lalai dengan urusan akherat dan lebih sibuk dengan urusan dunia.
Padahal saya tau kalau kehidupan akherat jauh lebih baik dan kekal dari pada kehidupan dunia yg remeh temeh, sendau gurau dan sangat singkat ini..
Seperti firman Allah SWT dalam Q.S. Al-An'Amayat 32:
”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”
Astagfirullahal ghofururrohim..
Hamba mohon ampunan kepada Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang…
Wallahu ‘alam bissawab..
Semoga bermanfaat, khususnya buat saya pribadi.
Salam,
Nur Hasan Ahmad
0 komentar:
Posting Komentar