💥 KEUTAMAAN SIFAT ZUHUD 🌿
Oleh : Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni.
بسم الله الرحمن الرحيم
عَنْ سَهْلِ بن سَعْد الساعدي قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللَّهِ : (( ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاس )) حديث صحيح بمجموع طرقه.
Dari Sahl bin Sa’d as-Sa’idi bahwa Rasulullah bersabda:
“Bersikap zuhudlah terhadap dunia maka Allah akan mencintaimu dan besikap zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia maka merekapun akan mencintaimu”[1].
Hadits yang mulia ini dinyatakan oleh sebagian dari para ulama Ahli hadits sebagai salah satu di antara hadits-hadits Rasulullah yang berisi prinsip-prinsip dasar agama Islam[2], sehingga Imam an-Nawawi mencatumkannya dalam empat puluh hadits pilihan yang merupakan landasan utama Islam.
Hadits ini menunjukkan besarnya keutamaan sifat zuhud karena merupakan sebab meraih kecintaan Allah yang merupakan kemuliaan terbesar bagi hamba di dunia dan akhirat[3].
Sifat mulia ini merupakan sifat utama generasi terbaik umat ini, para shahabat Rasulullah , yang menjadikan mereka lebih utama dan mulia di sisi Allah dibandingkan semua generasi yang datang setelah mereka. Ibnu Mas’ud berkata: “Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) shalat, dan lebih bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rasulullah , tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah ) daripada kalian”. Ada yang bertanya: Kenapa (bisa demikian), wahai Abu Abdirrahman? Ibnu Mas’ud berkata: “Karena mereka lebih zuhud dalam (kehidupan) dunia dan lebih cinta kepada akhirat”[4].
Akan tetapi sangat disayangkan, kebanyakan orang salah memahami arti sifat zuhud yang sebenarnya, sehingga mereka mengidentikkannya dengan kekurangan dalam harta dan kedudukan dunia, sehingga terkesan bahwa sifat ini hanya mungkin dimiliki oleh orang yang miskin dan tidak memiliki harta. Ironisnya, opini ini menjadikan sebagian orang yang memiliki harta dan kedudukan merasa pesimis untuk mengusahakan sifat mulia ini, karena mereka menganggap sifat ini hanya untuk kalangan yang miskin.
Padahal, kalau mereka mengetahui besarnya keutamaan sifat ini dan tingginya kedudukannya di sisi Allah , maka tidak mungkin mereka akan mengabaikannya.
Khususnya dengan memahami penjelasan para ulama Ahlus sunnah tentang sifat zuhud yang ternyata tidak hanya bisa diraih oleh orang-orang yang tidak memiliki harta dan kedudukan dunia, karena sifat zuhud tidak identik dengan kemiskinan, sehingga orang-orang kayapun sangat mungkin untuk meraihnya, dengan taufik dari Allah .
Salah seorang ulama salaf berkata: “Zuhud di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal, dan juga bukan dengan menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah dengan kamu lebih yakin dengan (balasan kebaikan) di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu, dan jika kamu ditimpa suatu musibah (kehilangan sesuatu yang dicintai) maka kamu lebih mengharapkan pahala dan simpanan (kebaikannya diakhirat kelak) daripada jika sesuatu yang hilang itu tetap ada padamu”[5].
Maka dengan penjelasan ulama ini, orang kaya dan berkedudukanpun bisa bersikap zuhud, dan sifat ini bukanlah dicapai dengan cara membuang hartanya, juga bukan dengan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah . Akan tetapi zuhud dalam harta adalah dengan menggunakan harta tersebut sesuai dengan petunjuk Allah , tanpa adanya keterikatan hati dan kecintaan yang berlebihan kepada harta tersebut. Atau dengan kata lain, zuhud dalam harta adalah tidak menggantungkan angan-angan yang panjang pada harta yang dimiliki, dengan segera menggunakannya untuk hal-hal yang diridhai oleh Allah .
Inilah arti zuhud yang sesungguhnya, sebagaimana ucapan imam Ahmad bin Hambal ketika beliau ditanya: Apakah makna zuhud di dunia (yang sebenarnya)? Beliau berkata: “(Maknanya adalah) tidak panjang angan-angan, (yaitu) seorang yang ketika dia (berada) di waktu pagi dia berkata: Aku (khawatir) tidak akan (bisa mencapai) waktu sore lagi”[6].
Maka setelah memahami keutamaan besar ini, adakah orang yang beriman kepada Allah dan mengharapkan kedudukan tinggi di sisi-Nya yang tidak ingin memiliki sifat ini?
Semoga Allah senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua untuk meraih sifat mulia ini dan sifat-sifat agung lainnya, sesungguhnya Dia adalah al-Fattah (maha pembuka kebaikan) dan maha kuasa atas segala sesuatu).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
[1] HR Ibnu Majah (4102), al-Hakim (4/348), Ibnu ‘Adi dalam kitab “al-Kamil” (2/117) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh imam al-Hakim, dihasankan oleh imam an-Nawawi dan dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani karena diriwayatkan dari berbagai jalur yang saling menguatkan, dalam kitab “Ash-Shahiihah” (no. 944).
[2] Lihat kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hlmn 10).
[3] Lihat kitab “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (hlmn 299).
[4] Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam “al-Mushannaf” (no. 34550) dan Abu Nu’aim dalam “Hilyatul auliyaa'” (1/136) dengan sanad yang shahih, juga dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 279).
[5] Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/179).
[6] Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau “Jaami’ul ‘uluumi wal hikam” (2/384).
0 komentar:
Posting Komentar