✒ PEMBELAAN SALAFY TERHADAP AL-IMAM AL-ALBAANI
Siapa yang tak kenal dengan Syaikh Al-Albaani?
Beliau termasuk Ulama Ahli Hadits abad ini yang tidak diragukan lagi kedalaman ilmunya, kemantapan manhajnya dan aqidahnya.
Kitab beliau yang berjudul "Silsilah Al-Ahaadits As-Shahiihah" (yang memuat hadits-hadits shahih) dan "Silsilah Al-Ahaadits Ad-Dha'iifah wal Mawdhuu'ah" (yang berisi kumpulan hadits-hadits lemah dan palsu) cukup menjadi bukti ilmiyyah atas kepakaran beliau dalam ilmu hadits, serta kedisiplinan beliau dalam merujuk kepada para Ulama dalam menilai keabsahan suatu hadits.
📎 Berikut kami nukilkan metodologi Syaikh Al-Albaani dalam menilai keabsahan suatu hadits:
“Agama itu adalah akal, barangsiapa yang tidak punya agama maka ia tidak punya akal.”
📌 Syaikh Al-Albaani berkata, "Hadits ini baathil! Al-Imam An-Nasaa’i mengeluarkan hadits ini dalam “Al-Kuna”. Ad-Dawlaabi dalam “Al-Kuna wal Asma’” (2/104) meriwayatkannya dari Al-Imam An-Nasaa’i dengan sanad sebagai berikut, “Dari Abu Maalik Bisyr bin Ghaalib bin Bisyr bin Ghaalib, dari Az-Zuhri, dari Mujammi’ bin Jaariyah dari pamannya secara marfu’ tanpa kalimat “Agama itu adalah akal”.
Al-Imam An-Nasaa’i menegaskan bahwa hadits ini adalah hadits yang baathil munkar!
👉 Syaikh Al-Albaani mengatakan bahwa rawi yang bernama Bisyr ini majhuul (misterius) sebagaimana yang ditegasakan oleh Al-Azdi. Hal itu juga ditegaskan oleh Al-Imam Adz-Dzahabi dalam “Lisaanul Miizaan fi Naqdir Rijaal”, begitu pula Ibnu Hajar Al-‘Asqalaani dalam “Lisaanul Miizaan”.
Al-Harits bin Abi Usaamah dalam "Musnad"-nya meriwayatkan dari Daawud Al-Muhabbir sebanyak tiga puluh tiga lebih hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan akal.
Al-Haafidzh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaani mengomentarinya dengan mengatakan, “Semua hadits-hadits tersebut palsu”. Demikian pula Al-Imam As-Suyuuthi dalam “Dzailul la’ali Mashnuu’ah fil Ahaadits Al-Mawdhuu’ah” (hal. 4-10). Al-‘Allaamah Muhammad Thaahir Al-Fatani Al-Hindi dalam “Tadzkiratul Mawdhuu’at” (hal. 29 -30) juga menukil dari Al-Imam As-Suyuuthi.
Para Ulama mencela dengan keras rawi yang bernama Daawud bin Al-Muhabbir yang menunjukkan tidak bolehnya meriwayatkan hadits darinya.
Di antara Ulama tersebut ialah Al-Imam Adz-Dzahabi, Imam Ahmad, Abu Haatim, Ad Daaruquthni -rahimahumullah-.
Al-‘Allamah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab “Al-Manaar” (hal. 25) menegaskan, “Hadits-hadits yang berkenaan dengan akal semuanya dusta.” (Silsilah Al-Ahaadits Ad-Dha'iifah wal Mawdhuu'ah, hadits nomor 1)
☝ Maka jika kita baca uraian beliau di atas, tentu kita akan bersepakat bahwa beliau tidaklah menyimpulkan keabsahan suatu hadits menurut dirinya sendiri secara pribadi, akan tetapi beliau juga merujuk kepada keterangan para Ulama.
❌❗Kendati demikian, masih saja ada segelintir orang yang begitu besar kebenciannya terhadap Syaikh Al-Albaani, bahkan menuding beliau dengan tuduhan-tuduhan murahan seperti yang dilansir situs hizbiyyah "islampos" dan yang semisalnya. Padahal sebagaimana yang kita ketahui, orang yang membenci Ahli Hadits hanya berada di antara dua kemungkinan, jaahil (bodoh) ikut-ikutan, atau ahli bid'ah.
Al-Imam Abu Haatim Ar-Raazi berkata, "Ciri ahlul bid'ah adalah mencela ahlul aatsar." (Aqiidatussalaf Ash-haabil Hadiits)
Ahmad bin Sinaan Al-Qatthaan, “Tak seorangpun di dunia ini dari ahlul bid'ah melainkan ia membenci ahlul hadits. Ciri ahlul bid’ah adalah mencela, menghina dan memusuhi ahlul aatsar." (Idem)
Para penuduh juga mengatakan Syaikh Al-Albaani tidak punya guru. Ini adalah kezaliman berikutnya yang tidak berdasar sama sekali. Syaikh Muhammad 'Umar Baazmuul menegaskan:
"Syaikh Al-Albaani belajar beberapa ilmu alat dari ayahnya; seperti ilmu sharf. Beliau juga belajar dari ayahnya beberapa kitab madzhab Hanafi; seperti "Mukhtashar Al-Qaduri". Beliau juga belajar Al-Qur’an, hingga riwayat Hafsh beserta tajwidnya beliau selesai mengkhatamkannya.
Syaikh Al-Albaani juga belajar dari Syaikh Sa’iid Al-Burhaani kitab "Maraqi Al-Falaah".
Beliau juga pernah menghadiri muhaadharah Al-'Allaamah Muhammad Bahjat Al-Baithar dengan beberapa rekan asaatidzah dari "Al-Majma' Al-Islaami Damaskus". (Al-Intishaar Li Ahlil Hadits)
👉 Sekalipun Syaikh Al-Albaani tidak memiliki guru secara khusus dalam ilmu hadits, akan tetapi beliau mempelajarinya dari kitab-kitab para Ulama ahli hadits secara ilmiyyah dan penuh ketelitian. Oleh sebab itulah para Ulama Ahli Hadits dan Sunnah di abad ini telah memuji keilmuan Syaikh Al-Albaani serta merekomendasikan beliau sebagai Ulama yang laik menjadi rujukan:
📝📃📌
Syaikh Muhammad bin Ibraahim Alu Syaikh, "Syaikh Al-Albaani adalah Ulama Ahlissunnah, menolong al-haq dan membantah ahlul baathul." (Al-Fataawa 4/92)
Syaikh bin Baaz, "Aku belum pernah melihat di kolong langit ini orang yang pakar dalam ilmu hadits di masa kini semisal Al-'Allaamah Muhammad Naashiruddin Al-Albaani." (Hayaatu Al-Albaani hal. 65)
Beliau juga mengatakan, "Syaikh Muhammad Naashiruddin Al-Albaani adalah seorang mujaddid di masa kini..." (Syarh Buluughul Maram)
Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah, "Syaikh Al-Albaani adalah seseorang yang tidak diragukan lagi keilmuannya, keutamaannya, pengagungannya terhadap sunnah. Beliau orang yang berjuang membela madzhab Ahlussunnah wal Jamaa'ah dalam mentahdzir dari sikap ta'asshub dan taqlid buta. Kitab-kitab karya beliau sangat bermanfaat. Dan beliau tidaklah ma'shuum (terjaga dari kesalahan) sama seperti para Ulama yang lainnya." (nomor 5981)
Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-'Utsaimin, "Syaikh Al-Albaani adalah seorang Ulama Ahlissunnah, pembela sunnah, imam dalam ilmu hadits. Kami tidak mengetahui seorangpun yang menandinginya di zaman ini. Kami mengenal beliau dari kitab-kitabnya, terkadang kami bermajlis dengan beliau, dan beliau adalah seorang Ulama yang Salafy aqidahnya dan lurus manhajnya." (Fataawa Al-'Ulamaa Al-Akaabir hal. 4)
Syaikh Hamuud At-Tuwaijiri, "Syaikh Al-Albaani adalah bendera sunnah, orang yang mencela beliau tiada lain telah membantunya untuk mencela sunnah!." (Kawkabah Min A'immatil Hudaa hal. 271)
Syaikh Muqbil bin Haadi Al-Waadi'i (Ulama Ahli Hadits dari negeri Yaman), "Sungguh tidak ada (di masa kini) yang menandingi Syaikh Al-Albaani dalam ilmu hadits, dan sungguh Allah telah memberi manfaat yang besar terhadap ilmu beliau dan kitab-kitabnya...,
Orang-orang yang mencela Syaikh Al-Albaani dan keilmuannya tiada lain adalah Ahlul Bid'ah pengekor hawa nafsu. Mereka sesungguhnya membenci Ahlussunnah dan ingin membuat orang lari dari sunnah." (Iqaamatul Burhaan hal. 6-7)
Dan masih banyak lagi deretan Ulama Ahlissunnah yang merekomendasikan Syaikh Al-Albaani. Hal itu menunjukkan bahwa beliau adalah "satu dari semilyar orang".
👉 Syaikh Al-Albaani juga dikenal sebagai seorang Ulama yang tawaadhu' terhadap kebenaran.
Beliau tidak segan-segan meralat kesalahan penilaiannya terhadap keabsahan suatu hadits jika terbukti secara ilmiyyah dan meyakinkan. Seperti hadits Abud Dardaa', bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wasallam bersabda:ِ
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore hari 10 kali, maka ia akan mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat.” (HR. At-Thabrani dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albaani dalam Shahiihul Jaami’ 5357)
Namun setelah ditelaah kembali, Syaikh Al-Albaani mendha'ifkan riwayat tersebut yang berarti beliau mengoreksi penghasanannya sebagaimana disebutkan alasannya oleh beliau dalam "Silsilah Al-Ahaadits Ad-Dha'iifah" nomor 5788.
Begitu juga dengan riwayat, "Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam melewati Sa’ad yang sedang berwudhu, beliau berkata, “Mengapa engkau berlebih-lebihan dalam berwudhu? Sa’ad berkata, “Apakah dalam berwudhu ada berlebih-lebihan? Beliau bersabda, “Ya, sekalipun engkau berwudhu dari air sungai yang mengalir.” (HR. Ahmad 6768 & 7065, Ibnu Maajah 419 dan hadits ini memiliki Syawaahid)
Mulanya Syaikh Al-Albaani dalam “Irwaa’ul Ghaliil” (140) menyimpulkan hadits ini dha’if, namun kemudian beliau rujuk dan menghasankannya sebagaimana dalam “Silsilah Al-Ahaadits As-Shahiihah” nomor 3292.
Maka kesalahan para Ulama dalam berfatwa adalah hal yang wajar, sebab tidak ada Ulama yang ma'shuum (terjaga dari kesalahan). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa alihi wasallam bersabda:
“Apabila seorang hakim berijtihad dan hasil ijtihadnya benar maka ia mendapatkan dua pahala. Namun jika hasilnya salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala (karena manhajnya yang benar dalam berijtihad -pen). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Walhaasil, seandainya ada dari penilaian Syaikh Al-Albaani terhadap keabsahan suatu hadits itu ternyata tidak akurat, akan tetapi kaidah-kaidah yang menjadi pijakan beliau telah sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu hadits yang telah disepakati oleh para Ulama atau ada landasan ilmiyyahnya. Semoga Allah merahmati Syaikh Al-Albaani dan menempatkan beliau di Surga-Nya.
Fikri Abul Hasan
WhatsApp المدرسة السلفية
0 komentar:
Posting Komentar